Kamis, 16 Juni 2016

MENGULAS BUKU - Bukan Pasar Malam - Pramoedya Ananta Toer

.
Judul Buku : Bukan Pasar Malam
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantara
.
            “Dulu kita selalu senang saja, karena, karena waktu itu kita masih kecil-kecil. Dan kini, Adikku, kini terasa betul oleh kita, pahit sungguh hidup di dunia ini, bila kita selalu ingat pada kejahatan orang lain. Tapi untuk kita sendiri, Adikku, bukankah kita tidak perlu menjahati orang lain ?” [hal 62]
.
            Roman Pramoedya Ananta Toer-Pram-yang satu ini pertama kali terbit jauh dari umur kita-kita sekarang, tahun 1954. Berlatarbelakang cerita masa revolusi Indonesia seperti halnya bisa kita lihat pada karya Pram lainya.  Alur cerita sederhana Pram suguhkan, dengan sedikit “meninggalkan” gaya realisme seorang Pram. Meski begitu, tetaplah mempesona ; sarat makna religuitas ; hasil refleksi diri si tokoh “aku”. Dan para tokoh lainya, diselimuti lika-liku kehidupan masyarakat Indonesia di awal kemerdekaan.
.
            Tokoh “aku”, berpulang ke tanah kelahiranya, sebuah desa di Blora-tempat Pram juga lahir-menjenguk ayahnya. Tokoh ayah, telah dekat dengan kematian karena sakit yang  ia derita.  Seorang nasionalis sejati, seorang guru yang meski harus merelakan dirinya bekerja pada Belanda. Tetap setia pada cita-cita kemerdekaan Republik, dengan segala konsekuensi yang ada. Dan “aku”, pemuda yang hidupnya juga berliku, turut serta dalam pasukan Indonesia mempertahankan kemerdekaan dari Belanda, merasai betul apa yang ayahnya rasakan.
.
            Kisah yang dituangkan, asumsi saya, apa yang ditulis dalam Bukan Pasar Malam. Sedikit banyak adalah kisah hidup seorang Pram dalam kehidupan nyata. Seperti beliau pernah sampaikan pada sesi wawancara dengan Kness Snoek [terbitan Komunitas Bambu]. Bahwa ayahnya adalah seorang guru HIS-sekolah Belanda-,  kemudian beralih menjadi guru sekolah pergerakan Budi Utomo dan juga seorang pemimpin Partai Nasional Indonesia. 
.
Dan Pram sendiri, juga pernah terlibat dalam mempertahankan kemerdekaan dari aksi polisionil Belanda. Beruntunglah kita, hingga hari ini beberapa karya Pram bisa kita baca, karena tidak sedikit juga telah dirampas, baik oleh Belanda maupun rezim Orde Baru. Selamat membaca karya sastrawan besar Indonesia, Pramoedya Ananta Toer.
.
.
Mari membaca, selamat membaca !


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari saling bercakap tentang rutinitas semesta milik kita