Jumat, 26 Agustus 2016

MENGULAS BUKU - Perempuan Bernama Arjuna - Remy Sylado

.

Judul : Perempuan Bernama Arjuna ; Filsafat dalam Fiksi
Penulis : Remy Sylado
Penerbit : Nuansa Cendekia
.
.
        “Namun, dari kata-kata yang tidak saya mengerti keluar dari mulut manusia, saya yakin adanya makna di dalamnya, dan dengan begitu saya terus belajar lebih dalam, memahami apa hubungan bahasa dengan filsafat yang selama itu sudah saya pelajari,” (Hal 11)

         Sebuah novel dengan stempel cover  ‘bukan bacaan ringan’ telah nampak  menjelaskan dirinya sejak dari halaman pertama. Menceritakan seorang mahasiswi asal Indonesia dengan latar belakang kebhinekaan-ayah Tionghoa, ibu Jawa-menjalani studi filsafat di Belanda. Membawa pembaca masuk menelusuri jejak-jejak pemikiran para filsuf dari era Yunani kuno, awal dan setelah tarikh masehi, hingga sampai pada abad 20.
.
         Setiap dari mereka, oleh Arjuna- si mahasiswi, tokoh utama-beserta teman-teman satu kelas dan dosen. Dikenalkan karya-karya besarnya, latarbelakang pemikiran, sampai kehidupan pribadi beberapa filsuf. Tidak berlebihan kiranya, jika buku ini  mendapat label ‘pengantar ilmu filsafat bagi awam’. Oleh karenanya, bagi pembaca-anak muda khususnya-jangan dulu ambil pusing. Seperti halnya karya fiksi, pun buku ini demikian.
.
         Penulis, seorang seniman tulen, dikenal luas oleh khalayak, Remy Sylado-nama asli Yapi Tambayong- menyelipkan beragam bahasa khas-etnik dan negara lain, menjadikan buku begitu segar. Diskusi tentang Tuhan, perdebatan arif cendekia, multi budaya, romantisme, dan seks digodok oleh penulis lewat ciamiknya penuturan kata-kalimat-tulisan sebuah cerita menjadi berwarna-warni. Selamat membaca karya fiksi bermutu.
.

        “Menerangkan cinta dalam pengetahuan apologia agaknya bisa di bilang jelimet, sebab ini terlalu muluk untuk disebut makrifat, tapi juga terlalu sepele untuk disebut rasam. Padahal cinta itu suatu keindahan yang tiada terperi. Tidak ada persamaan arti, baik dalam nomina, adjektiva, maupun adverbia, yang melebihi keindahan cinta-karenanya harus diucapkan dengan tulus, dengan jujur, dengan bebas, lewat jalinan subjek-predikat-objek. Bahwa dalam “aku cinta kau” niscaya ada “kau cinta aku”. (Hal 206)
.
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari saling bercakap tentang rutinitas semesta milik kita